MENGAJARKAN KETAUHIDAN PADA KELUARGA


Sadar atau tidak zaman semakin berubah. Budaya permisif semakin merangsek masuk dan menjajah jantung setiap manusia. Masyarakat hampir tak kenal lagi dengan aturan halal-haram, boleh-tidak boleh, sunnah-makruh, dan lain-lain. Bahkan, akhir-akhir ini telah terjadi distorsi pemahaman: yang haram dianggap halal, dan yang halal dianggap haram; yang melanggar etika dianggap boleh, yang menyuarakan kebenaran dianggap fanatis, sara, bahkan teroris. Akibatnya, negeri ini pun terdegradasi pada titik moral terendah.

Selain orang-orang yang telah tertutup penglihatan, pendengaran, dan hatinya, rasanya tak seorang pun yang merasakan ketenangan dengan kondisi seperti itu. Terutama bagi orang-orang yang masih peduli dan selalu mengkhawatirkan masa depan keluarganya: bagaimana akidah mereka, apa dan siapa yang akan mereka pertuhankan kelak, bagaimana kualitas intelektual dan ruhiyah mereka, bagaimana nilai moralitas dan akhlak mereka, dll.

Karena itu, bagi setiap orang yang tingkat kepedulian dan kecemasannya begitu tinggi tentang keluarganya, ada baiknya mempelajari kembali sebuah sabda Rasulullah SAW. Dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu : "Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: 'Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu... Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu... Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah... Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah... Ketahuilah...kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)... Ketahuilah... kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikit pun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)... Pena telah diangkat... dan telah kering lembaran-lembaran... '" (HR. Tirmidzi, hasan shahih).(Hadits:19 Arba'in nawawi).

Makna perkataan Rasulullah: "Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu ..." dijelaskan oleh Ibnu Daqiqil 'Ied: "Jadilah engkau orang yang taat kepada Rabbmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya". (Syarah al-arba'in hadiitsan an-nawawiyah).

Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menyebutkan: dalam Hadis ini, Rasulullah SAW memberikan sinyalemen bahwa barang siapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Allah itu, maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Allah. Maka siapakah lagi yang lebih baik penjagaannya selain Allah? Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik penjaga.
Hadis di atas pun mengandung pelajaran penting tentang kewajiban iman terhadap taqdir dari Allah, baik maupun buruknya. Seandainya seluruh makhluk berkumpul dan mengerahkan segala daya dan upayanya untuk memberikan sesuatu (manfaat maupun mudharat) pada seseorang, tidak akan terwujud tanpa taqdir Allah. 

Inilah salah satu metode pendidikan tauhid ala Rasulullah SAW. Tidaklah Rasulullah SAW mendahulukan sesuatu sebelum mengajarkan tauhid. Bukti sejarah memaparkan keunggulan metode pengajaran Rasulullah SAW itu. Ia mampu membuahkan pribadi beriman dan berilmu seperti Ibnu Abbas, yang terkenal sebagai seorang ahli tafsir, panutan yang menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, Zuhud, Wara', Taqwa, dan perasaan takut hanya kepada Allah semata.

Inilah yang harus ditanamkan setiap orang pada keluarganya. Setiap orang hendaknya memberikan gambaran-gambaran yang mudah dimengerti oleh keluarga tentang kekuasaan Allah dan taqdir-Nya. Mereka harus diajak berpikir Islami, segala sesuatu adalah pemberian Allah, dan yang luput dari usaha setiap orang pun adalah taqdir Allah terbaik bagi mereka. Orang mana yang tak bangga melihat anggota keluarganya menjadi manusia tangguh, beriman, berilmu mantap, dan siap menghambakan dirinya untuk Allah dan berjuang menegakkan Kalimat-Nya. Setiap sesuatu yang hilang cepat atau lambat kan kau dapatkan gantinya,namun jika kau kehilangan Allah hendak kemana kau kan mencari ganti ?.